SELAMAT DATANG DI BLOG INI!!!

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Selamat berkunjung di blog ini. Blog ini dibuat sebagai blog yang berisi artikel-artikel, opini-opini dan berita perihal Pecinta Sholawat Dan juga berisi foto-foto perihal tersbut di atas.

Jangan segan-segan untuk memberikan komentar, saran dan kritik yang membangun demi kebaikan blog ini dan tentunya kebaikan pemilik blog.Akhir kata semoga blog ini memberikan manfaat bagi kita semua.

Wassalam

Ahmad Mustofa

Rabu, 25 Maret 2009

BERZANJI




KITAB BERZANJI

Kitab Barzanji adalah buah karya Syekh Jafar Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M), seorang qadli (hakim) dari Mazhab Maliki yang bermukim di Madinah. Judul asli kitab tersebut, 'Iqd al-Jawahir (untaian permata). Namun, nama Barzanji (sang penulis--Red) lebih dikenal masyarakat Muslim ketimbang nama judul kitabnya. Dan pengucapan kata 'barzanji' secara fasih agaknya cukup menyulitkan lidah lokal Indonesia, sehingga kata tersebut teradaptasi menjadi berjanji.
Karya sastra al-Barzanji ini begitu masyhur di Tanah Air. Syekh Nawawi al-Bantani telah mensyarahi (menjabarkan) isi kitab tersebut dan diberi judul Madarijus Shu`ud ila Iktisa` al-Burud. Beberapa ahli bahasa Arab menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Sastrawan WS Rendra pernah mementaskannya dalam Pagelaran Seni Teater Shalawat Barzanji beberapa tahun silam.
Penulisan Kitab Barzanji tidak lepas dari sejarah panjang konflik militer dan politik antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib. Selama Perang Salib berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193 M) sadar akan pentingnya figur pemersatu yang diimajinasikan bersama. Dialah Rasulullah SAW.
----
Minggu, 08 Maret 2009 pukul 21:34:00
Keagungan Nabi dalam Barzanji

SASTRA ISLAM

Yaa Nabi salam 'alaika (Wahai Nabi, semoga kedamaian selalu tercurahkan kepadamu)
Yaa Rasul salam 'alaika (Wahai Rasul, semoga kedamaian selalu tercurahkan kepadamu)
Yaa habib salam 'alaika (Wahai sang kekasih, semoga kedamaian selalu tercurahkan kepadamu)
Shalawatullah 'alaika (Semoga kemulyaan dari Allah selalu dilimpahkan kepadamu).
Syair itu begitu akrab di telinga masyarakat Muslim Indonesia. Setiap saat, baik di rumah, surau, majelis taklim, maupun masjid, syair tersebut dikumandangkan untuk memuji Nabi Muhammad SAW. Apalagi pada bulan Rabiul Awal, yang merupakan tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, pembacaan syair-syair pujian kepada Rasulullah, baik Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar (Maulid Habsyi), bergema dalam berbagai kegiatan keagamaan. Tidak saja di Indonesia, tetapi juga sering dibaca umat Islam di Asia Tenggara dalam berbagai upacara keagamaan. Dan syair maulid Diba' Barzanji, Burdah, Simthuddurar dan lainnya, kini dibukukan dalam satu buku yang diberi nama Syaraf al-Anam.
Umat Muslim Indonesia punya cara tersendiri dalam mengekspresikan rasa cintanya terhadap Rasulullah SAW. Pujian dan shalawat disuarakan bersama-sama secara khusyuk dan terkadang diiringi alunan musik tradisional, kompang, gambus, hadrah, rebana, dan lainnya. Kegiatan pembacaan syair maulid ini begitu semarak dalam semangat kebersamaan. Bagi umat Islam, pembacaan syair-syair maulid ini merupakan penghormatan dan pujian atas keteladanan penghulu umat, Muhammad SAW.
Syair di atas adalah bait kedua dan ketiga dari nazhom Al-Barzanji. Namun demikian, saat pembacaan syair Burdah, Diba' atau al-Habsyi, syair ini juga sering dibaca, terutama ketika memasuki mahallu al-qiyam (tempat berdiri).
Kitab Barzanji adalah buah karya Syekh Jafar Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M), seorang qadli (hakim) dari Mazhab Maliki yang bermukim di Madinah. Judul asli kitab tersebut, 'Iqd al-Jawahir (untaian permata). Namun, nama Barzanji (sang penulis--Red) lebih dikenal masyarakat Muslim ketimbang nama judul kitabnya. Dan pengucapan kata 'barzanji' secara fasih agaknya cukup menyulitkan lidah lokal Indonesia, sehingga kata tersebut teradaptasi menjadi berjanji.
Karya sastra al-Barzanji ini begitu masyhur di Tanah Air. Syekh Nawawi al-Bantani telah mensyarahi (menjabarkan) isi kitab tersebut dan diberi judul Madarijus Shu`ud ila Iktisa` al-Burud. Beberapa ahli bahasa Arab menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Sastrawan WS Rendra pernah mementaskannya dalam Pagelaran Seni Teater Shalawat Barzanji beberapa tahun silam.
Syair Barzanji yang dikenal juga dengan Maulid Barzanji mengisahkan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW dalam untaian syair yang menakjubkan. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua, yaitu natsar dan nazhom. Pada bagian natsar terdapat 19 subbagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi ah pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya merunutkan riwayat Nabi Muhammad SAW, mulai dari saat-saat menjelang baginda Nabi dilahirkan hingga masa-masa tatkala beliau mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian nazhom terdiri atas 16 subbagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir nun.
Di dalam kitab ini tidak terdapat informasi tentang tanggal, bulan, dan tahun suatu peristiwa sejarah secara detail. Kitab ini ditulis tidak dimaksudkan sebagai buku sejarah, namun data historis yang disajikan merujuk kepada Alquran, hadis, dan sirah nabawiyah. Syair ini merupakan karya sastra tentang riwayat hidup Rasulullah SAW dengan kekuatan bahasa, pemilihan kata yang apik dan serasi, serta metafor yang indah. Sebagai contoh, keluhuran sosok Rasulullah dianalogikan dengan benda-benda langit sebagai penghias alam semesta, bahkan lebih indah dari benda-benda itu.
Cahaya di atas cahaya
Bahkan, Syekh Ja'far menggambarkan kehadiran sang Rasul di tengah umat Muslim dalam nazhom-nya pada baris keempat yang berbunyi :
Asyraqa al-badru 'alaina fa ikhtafat minhu al-buduuru (Telah terbit purnama di tengah-tengah kita, maka tertutuplah semua bulan purnama).
Pada bait berikutnya, Syekh Ja'far menggambarkan:
Anta syamsun anta badrun Anta nuurun fawqa nuuri (Engkaulah surya, engkaulah purnama. Engkaulah cahaya di atas cahaya).
Dalam tradisi masyarakat Arab, metafora dan simbol terhadap benda-benda langit dimaksudkan menumbuhkan kekuatan rasa cinta dan rindu terhadap orang yang dijunjung, sebagaimana manusia selalu merindukan hadirnya purnama. Dengan penggambaran yang demikian, sang pengarang ingin menyampaikan betapa pribadi Rasulullah begitu agung lagi penting bagi umat manusia, sebagaimana benda-benda langit yang letaknya di atas, memancarkan keindahan, tak terjangkau oleh tangan namun selalu dirindukan, dan memiliki peran penting dalam menjaga dinamika kehidupan alam semesta.
Pribadi dan akhlak baginda Nabi tidak lain adalah ejawantah ajaran Alquran yang wajib ditiru oleh umat Islam. Beliau adalah cahaya di atas cahaya yang menyinari hati setiap umatnya, membawa mereka kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Anta mishbahu as-shuduuri (Engkau adalah lentera hati), kata Syekh Ja'far dalam nazhom bait ketujuh. Kehadirannya sebagai cahaya merupakan nikmat tak terhingga bagi semua makhluk hidup. Melalui beliaulah manusia mengenal Tuhannya secara lebih dekat.
Keindahan syair Barzanji tidak hanya terletak pada metafornya, tetapi juga pilihan kata-katanya. Setiap kalimatnya berupa kasidah puitis yang diakhiri dengan huruf yang sama (ah atau nun). Mudah diucapkan dan nikmat didengar. Bahkan, bagi masyarakat yang masih kuat memelihara tradisi lisan, susunan kalimat itu mempermudah umat dalam menghapalkannya. Sebagaimana kebiasaan para santri pesantren tradisional yang melantunkan bait-bait syair Barzanji tanpa melihat teks.
Untaian kemilau kata yang berakhir dengan bunyi ah tampak pada pelukisan nasab baginda Nabi Muhammad SAW dalam natsar bait pertama. Judul Untaian Mutiara/ agaknya dipilih oleh penulis untuk melukiskan kemulyaan silsilah keluarga Rasulullah yang dituturkan dalam rangkaian kalimat bersajak. Berikut adalah terjemahannya.
''Kusampaikan bahwasanya junjungan kita Nabi Muhammad SAW adalah putra Abdullah, putra Abdul Muthalib, nama aslinya ialah Syaibatul Hamd, karena budi pekertinya yang agung. (Abdul Muthalib) adalah putra Hasyim, nama aslinya Amr, putra Abdu Manaf, yang nama aslinya Al-Mughirah, yang mencapai kemulyaan yang tinggi.''
Pada bagian ini ditutup dengan untaian syair:
Nasabun tahsibul 'ula bihulah (Rangkaian nasab yang berkedudukan tinggi).
qalladatha nujumah al-jawza'u (laksana barisan bintang-bintang yang saling terkait).
Habbadza 'iqdu sudadiw wa fakhari (Betapa indah untaian yang sangat mulia dan membanggakan itu).
anta fahil yatimatul 'ashma-u (dengan dikau yang laksana liontin berkilau di dalamnya).
Sejumlah kisah perjalanan hidup Nabi Muhammad SAW, secara berurutan diuraikan dengan rima yang masih sama. Sang penulis mengisahkan masa kehamilan ibunda Rasul, dan kelahiran beliau yang disertai dengan keajaiban-keajaiban alam. Berikut sekelumit kisah kehadiran sang Nabi dari syair Barzanji.
Dikisahkan pada masa hamil Nabi Muhammad, ibunda beliau, Aminah, didatangi malaikat utusan Allah yang mengabarkan bahwa beliau sedang mengandung seorang nabi dan junjungan seluruh umat manusia. Pada masa kehamilan itu pula, sang ibu menyaksikan cahaya keluar dari tubuhnya. Cahaya tersebut bersinar sampai ke negeri Syam.
Di tempat lain terjadi pula peristiwa yang menakjubkan. Disebutkanlah satu guncangan di istana Kisra di Persia yang menyebabkan istana tersebut retak, yang menjadi tanda keruntuhan kerajaan itu. Juga, api di negara Parsi yang tidak pernah padam selama hampir seribu tahun, namun kemudian padam pada saat Muhammad dilahirkan. Peristiwa ini mengejutkan orang-orang Parsi.
Sementara itu, di dalam nazhom yang diakhiri dengan bunyi nun, keutamaan budi pekerti baginda Rasul diuraikan dengan barisan kata yang memesona. Di bagian ini penulis menyajikan pribadi Nabi sebagai suri teladan dalam menciptakan kesetaraan, tenggang rasa, dan cinta kasih antarsesama.
Rasul berada di garis terdepan dalam penerapan tatanan sosial berdasarkan ajaran agama Islam. Beliau sangat mencintai kaum fakir miskin, berjalan seiring sejalan dengan para sahabatnya tanpa membedakan status sosial maupun ekonomi. Syair Barzanji mengisahkan suatu ketika Rasulullah mengatakan Khalluu Dhohri (janganlah kalian berjalan di belakangku). Ini menunjukkan sebuah keteladanan sang pemimpin akan pentingnya kebersamaan dengan saudara seiman.
Inilah sedikit rahasia mengapa umat Islam Indonesia begitu gandrung dengan syair Barzanji. Di satu sisi, Barzanji menyajikan kisah kehidupan Nabi dengan untaian kalimat yang begitu gemilang. Dan di sisi lain, masyarakat Indonesia pada umumnya tumbuh berkembang dalam lingkungan yang kaya akan karya sastra. Dengan demikian, penerimaan Barzanji di Tanah Air berjalan cepat dan berakar kuat.
Keteladaan Nabi dalam syair Barzanji menjadi salah satu sarana bagi umat Muslim Indonesia untuk membangun kehidupan individu dan sosial yang ideal. Karya sastra ini membantu proses penanaman nilai-nilai luhur Islam dalam setiap sanubari insan Muslim. Karena itu, setiap Muslim hendaknya istikamah, berpegang pada norma-norma agama yang diajarkan Rasulullah SAW, sekaligus mencontoh kepribadian, akhlak, dan perilaku beliau.
Gema barjanji
Sayangnya, transformasi nilai dalam syair-syair maulid Barzanji dan lainnya dalam kehidupan umat sehari-hari masih terkendala oleh faktor bahasa. Sejauh ini, terjemah versi bahasa Indonesia belum banyak dibaca oleh masyarakat, terutama yang berada di pedesaan. Akibatnya, tidak banyak umat Muslim Indonesia yang mampu menyelami mutiara hikmah yang terkandung di dalamnya.
Namun yang cukup menggembirakan, kesadaran keagamaan masyarakat Muslim masih cukup tinggi, sebagaimana tampak pada kecenderungan mereka membaca riwayat hidup Nabi, dan berupaya mencontoh kepribadian beliau yang dipaparkan para tokoh agama melalui upacara-upacara keagamaan.
Maulid Nabi Muhammad pada 12 Rabi'ul Awal, yang jatuh pada 9 Maret 2009 disambut oleh umat Muslim seantero nusantara dengan berbagai ekspresi kebahagiaan. Salah satu kegiatan yang pasti tidak tertinggal adalah pembacaan Barzanji secara bersama-sama di berbagai tempat. Indahnya syair Barzanji dilantunkan melalui ekspresi-ekspresi budaya, yang tidak hanya membangun kematangan spiritual masyarakat, tetapi juga kekuatan jaringan sosial mereka.
Untuk kesekian kalinya, gema shalawat Nabi terdengar serentak di seluruh nusantara.
Yaa Nabi Salaamun 'alaika
Yaa Rasul Salaamun 'alaika
Anta syamsun anta badrun
Anta nuurun fawqa nuuri.

Syekh Ja'far al-Barzanji: Sang Pecinta Rasulullah
Sastra adalah salah satu unsur budaya Arab yang paling menonjol sejak zaman jahiliah, zaman kegemilangan Islam, bahkan hingga sekarang. Sastrawan-sastrawan besar Arab lahir di tengah lingkungan kesusastraan yang tumbuh dinamis di negeri itu. Karya-karya mereka menyebar bersama dengan persebaran Islam di berbagai belahan dunia. Salah satu karya sastra yang diterima secara luas oleh umat Islam di dunia adalah 'Iqd al-Jawahir (Untaian Permata), atau yang dikenal dengan Kitab Barzanji atau syair Barzanji, karangan Syekh Ja'far Al Barzanji bin Husin bin Abdul Karim (1690-1766 M).
Ja'far al-Barzanji lahir dan besar dalam lingkungan keluarga Muslim religius. Menurut sebuah riwayat, beliau adalah keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid al-Alawi al-Husain al-Musawi al-Shaharzuri al-Barzanji (1040-1103 H/1630-1691 M), Mufti Agung dari mazhab Syafi'i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, setelah mengembara ke berbagai dunia Islam akhirnya bermukim di Kota Madinah.
Syekh Ja'far sendiri adalah seorang qadli (hakim). Beliau mengabdikan diri untuk kemaslahatan umat Islam di Madinah. Bahkan, sebagian masyarakat meyakini ia mendapatkan karamah dari Allah SWT, sebagaimana tecermin pada kedalaman ilmu agamanya, keluhuran budi pekertinya, dan keluasan wawasannya. Beliau wafat di Kota Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi`.
Potret kedalaman ilmu agama Syekh Ja'far terpancar melalui salah satu karya agungnya yang hingga kini masih dibaca umat Islam di seluruh dunia, Kitab Barzanji. Kitab sastra yang mengulas semua aspek kehidupan Nabi Muhammad SAW itu telah menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi upacara-upacara keagamaan umat Islam secara keseluruhan. Dalam sebuah sumber, Kitab Al-Barzanji ini ditulis Syekh Ja'far sebagai bentuk kecintaannya kepada Nabi Muhammad SAW. Dari syair itu, diharapkan seluruh umat Islam meneladani keagungan dan kerpibadian Rasulullah SAW.
Penulisan Kitab Barzanji tidak lepas dari sejarah panjang konflik militer dan politik antara umat Islam dan umat Kristen Barat dalam Perang Salib. Selama Perang Salib berlangsung, Sultan Salahuddin al-Ayyubi (1138-1193 M) sadar akan pentingnya figur pemersatu yang diimajinasikan bersama. Dialah Rasulullah SAW.
Imbauan agar para ulama menulis syair-syair shalawat Nabi disebarluaskan ke perbagai penjuru negeri Arab. Kitab Berzanji hadir dalam situasi umat Islam membutuhkan kekuatan yang dapat diimajinasikan itu. Syekh Ja'far agaknya berhasil. Setidaknya dalam ranah sosial budaya yang hingga kini masih dapat dilihat pengaruhnya. Mungkin inilah berkah dari Allah untuk sebuah mahakarya seorang ulama yang terkenal dengan kerendahan hati dan keihlasannya itu.
Syekh Ja'far menempatkan baginda Nabi Muhammad SAW pada posisi sentral dalam kehidupan dunia. Tidak hanya bagi umatnya, tetapi juga bagi umat manusia seluruhnya. Keindahan syair Barzanji menggiring setiap pembacanya untuk menyadari bahwa kebenaran berasal dari sumber yang satu, yaitu Alquran yang dibawa oleh seorang Rasul paling mulia, Muhammad SAW. Sentralitas figur Nabi Muhammad SAW mampu mendekatkan seluruh komponen masyarakat untuk kemudian bersatu, bahu-membahu membangun sebuah kesatuan umat yang kokoh. Dalam konteks ini, sangatlah penting, setiap Muslim membaca Barzanji untuk meneladani dan mengingat kemuliaan Rasulullah SAW.
Di Indonesia, karya Syekh Ja'far ini dilantunkan dalam upacara-upacara seperti sekaten, kelahiran anak, akikah, potong rambut, pernikahan, syukuran, dan upacara lainnya. Ini mencerminkan kesatuan ciri-ciri kebudayaan umat Islam Indonesia, sekaligus menyimbolkan keseragaman cara pandang mereka terhadap Rasulullah SAW. Pada skala yang lebih kecil, jamaah yang hadir dalam pembacaan Barzanji memiliki kesadaran persamaan antarsesama. Mereka duduk bersila bersama, berdiri bersama, membaca Barzanji bersama, dan makan bersama. Dari level yang paling kecil inilah, benih-benih persatuan umat Islam dapat dipupuk dan ditumbuhkembangkan demi keutuhan ukhuwah islamiyah. rid/dia/berbagai sumber



1 komentar:

  1. Terima kasih atas pencerahannnya, selamat memperingati dan menghayati maulid....

    BalasHapus